Aku Salah Sangka

Bukan saatnya lagi aku harus bertanya apa kabar bukan?
Bukan saatnya lagi aku termenung untuk mempertanyakan apa arti kenangan selama inikan?
Bukan saatnya juga aku berusaha meraih gengaman itu lagi bukan?

Semua seakan terjadi lagi. Tentang kita yang sama sekali tidak kumengerti mengapa harus kembali. Saat kata "pisah" menjadi topik paling akrab diantara kita.
Kamu bilang... bahwa cinta tidak perlu alasan. Apakah perpisahan menjadi hal yang sama seperti saat kau bilang cinta?
"Tidak perlu alasan".

Waktu terus saja menuntut akan hangatnya cinta saat itu. Aku bilang bahwa kasih itu terlalu putih untuk kita yang semakin kelabu. Aku heran langit juga seakan mendukung hari dimana perpisahan itu datang. Entah kenapa, aku berpikir bahwa doa untuk bersama hanyalah aku yang melakukannya. Kamu? Aku ragu akan hal itu. Apalagi saat kau mulai membalikan badanmu yang semakin dingin padaku. 



Aku termenung sekarang.
Jantungku seakan diluar kendali detaknya. Aku terus bergumam "apa ini?" Apakah sekarang aku yang akan mati sendiri? Cinta terlalu rapuh untuk kita sekarang.
Kau datang menghampiriku sekarang. Tepat dihadapanku. Aku? Diam dan bersiap?Apakah hari ini yang kau maksud dalam bahagiamu?
Saat kau ingin melepaskan bebanmu selama ini.
Aku meyakinkan diriku, bahwa aku adalah satu bahagiamu. Kau ingin kita baik-baik saja. Dan.. kita bangun kembali kenangan yang sudah rapuh, retak, hancur karena kikisnya waktu yang kejam.
Aku mendengar itu dengan jelas, sekarang... aku tahu bahwa helaan nafas dapat mewakilkan kata berikutnya.

"Aku salah sangka"

Sekarang kau tersenyum. Bukan karena bahagiamu yang dulu pernah kuingat bagaiman hangatnya cinta sampai pada jantungku. Senyuman itu justru mengingatkan aku akan hal carilah bahagiamu sendiri mulai sekarang.

Aku tak paham bagaimana aku memulai segalanya sekarang. Beberapa hal tentangmu indah, aku terpaku akan malam-malamku saat dulu kita menyatu dengan alasan kesamaan pada kita. Tapi, waktu bergulir menjadikan segalanya omong kosong. Bukankah niat hari ini untuk pergi?

Hilang menjadi alasan kau tidak lagi ingin menatapku. Aku juga memahami bahwa aku akan menyelamatkan diriku dari kehancuran lebih parah jika waktu mempersatukan kita yang tampak usang.
Aku pikir inilah saatnya aku yang harus menjadi satu peran penting untukmu.

"Pergilah... jika ada hal lain yang lebih membuatmu bahagia" .

Aku memberanikan diri memulai sebelum ini terlambat.

Setelah sekian lama kau dihadapanku, kau menoleh padaku. Seringaian yang aku yakini menjadi kebahagiaanmu. Menjadi alasan sakit aku termenung.

"Kita sudah berusaha selama ini. Jaga diri baik-baik. Aku pamit".

Aku kosong dan memandang jauh. Bagaimana kedepannya aku akan bertahan?
Lalu, waktu berlalu.
Dan... aku mampu bertahan dengan lebih baik.
Dan kini aku mampu menatap bangku yang menjadi jejak terakhirmu sebagai hadiah untukku hari ini. Kepergianmu dan awal kehidupan baru milikku.

Meskipun berbeda, ketulusan ingin menyatu itu ada. Tepat dihadapanku. Tempat menyakitkan itu berubah karena senyuman baru muncul. Apakah ini akan segera dimulai? Aku rasa begitu.

"Jadilah kebahagiaanku sampai akhir".

Aku bahkan lupa bagaimana kali terakhir aku harus berjuang sendiri.

Seperti isyarat tatapmu  "aku akan mencari
bahagiaku sendiri mulai sekarang".

Komentar

Postingan Populer