Pernah Jatuh?
Kenangan
dan Rahasia dimiliki setiap orang.
Pernah
jatuh?
Aku
pernah.
Jatuh
menurutku tak pernah selalu sakit.
Meskipun ada luka yang tertinggal namun dari luka aku belajar
sesuatu. Dengan luka kau mampu bangkit
dan bisa melakukan segalanya dengan lebih baik lagi.
Jika
jatuh dikaitkan dengan rasa?
Aku
pernah jatuh dalam hal ini, beberapa tahun lalu. Bahkan sahabat-sahabatku takut
jika kelak hatiku akan patah mengetahui apa yang diprediksi takdir dimasa
mendatang.
Ada
hal aneh selama prosesnya, jika selama ini aku mengenal bahwa manusia memiliki
dua sisi dalam hidupnya "terang" dan "gelap". Namun, beda
halnya dengan dirinya. Dia begitu terang
hingga aku berani bertaruh dia bukan hanya terang namun, kata
"sempurna" mampu mewakili siapa dia. Bagian ini kalian jangan
berfikir bahwa dia adalah Nabi yang diutus tuhan untuk menguatkan aku. Bukan,
tapi dia manusia biasa yang diutus untuk bertemu denganku. Menggetarkan hati, memahami makna sempurna
dan bersyukur pernah mengenalnya.
Hal
yang beberapa tahun ku takutkan prihal
pernah jatuh, bisa saja aku tak pernah bangkit lagi ketika aku menatap kedua
matanya yang berbeda dari manusia yang lainnya. Siapa yang ingin berpaling
ketika kenangan yang ditinggalkan senja di sebuah lapangan basket terlewat begitu
saja. Aku yang marah padanya. Dia yang
esoknya berubah padaku. Dan itu juga hal terakhir yang ditinggalkannya untukku
sebelum dia memilih pindah dari lingkungannya selama itu.
Pilu
itu ada saat dia perlahan berjalan pergi. Bahkan aku masih ingat langkah
kakinya yang begitu mantap meninggalkan lingkungannya selama ini. Aku menatap dan dia melambaikan tangannya
sambil tersenyum dari jauh dan aku dengan bodohnya tak menahan, aku hanya
menatap langkahnya yang semakin jauh dari tempat aku berdiri kala itu, karena
dayaku tak mampu menggenggam tangannya ketika dia beranjak pergi.
Dalam
hati kecilku yang kuingat hanya mampu mengucapkan "segalanya telah diatur,
tinggal bagaimana jagat raya mau mempertemukan kita kembali seperti apa?".
Aku
selalu berkisah tentangnya, dalam tiga
buku yang selalu kutulis tangan dengan tinta berwarna warni seakan-akan menggambarkan bahagiaku kala
bertemu dan menghabiskan waktu bersamanya. Dan buku itu setahun lalu kubiarkan
hancur terbakar dengan kehendakku yang ingin berdamai dengan diriku dan rasaku
yang telah pergi. Ya, aku mencoba
menghapuskan dirinya dariku. Biarlah cukup dalam memoriku dia tinggal. Dan hati
yang selalu mengingatkan bahwa dia pernah berada dan tinggal disana.
Jika
banyak orang yang bertanya apa yang paling aku dapat banggakan darinya?
Kurasa,
aku tidak memiliki alasan.
Selain hatiku
yang memilihnya, untuk mencintainya.
Mungkin tanpa sadar aku telah belajar
teori yang berasal dari tetua tetua bahwa "cinta itu dapat membuatmu
buta".
Bisa
jadi dia bukanlah pria yang mampu meluluhkan kerasnya hati kedua orang tuaku,
bukan juga orang yang mampu membahagiakan aku saat itu, bukan juga pria yang
mampu melindungiku 24 jam lamanya hari. Dia hanyalah dia, satu satunya kenangan
yang membuatku pernah menutup diri beberapa tahun.
Jika
kalian bertanya mengapa dia harus memilih pergi?
Bukan,
dia bukan pergi hanya dariku. Namun, teman-temannya yang 2 tahun dia
kenal. Kurasa itu keputusan terbaik
darinya untuk membenahi dirinya dimasa mendatang. Akupun penasaran mengapa pergi itu tak pernah
kuprediksikan sehingga paling tidak aku mampu mengurangi rasaku sebelum jatuh
terlalu dalam padanya saat itu.
Aku
dan dia sosok pria yang ada dalam kenanganku itu, mengapa tak pernah
benar-benar menyatu? Karena, mungkin ini soal masa
lalunya yang masih teramat dalam dia rasakan, masih selalu menjadi dongeng terfavoritku yang kudengar dari sahabatku, meskipun itu selalu membuat luka diantara dalamnya relung. Aku tidak bisa
menggantikannya. Dan aku takut untuk semakin dekat dengannya.
Saat
itu kufikir dia belum berdamai dengan masa lalunya. Namun, aku salah dalam
berpresepsi. Kuingat saat itu aku belum mengenalnya seperti dikemudian hari.
Aku hanya mendengar kisah-kisahnya lewat sahabat-sahabat baikku. Aku pernah
mendengarnya dia telah memilih seseorang untuk selalu disisinya. Aku melihatnya didepanku sendiri
kala hujan disenja saat itu, dia dengan gagahnya menggenggam dan melindungi
kekasihnya dari rintik hujan yang membasahi bumi dan tubuhku yang kuyup berdiri
didepannya. Dan aku hancur. Lukanya terasa nyata. Saat itu ingin rasanya
melempar bola yang ada ditanganku kearahnya.
Soal
rasanya padaku, aku tak pernah tau kebenarannya, akupun penasaran hingga saat ini.
Sebab perapalan kata kata cintanya pernah terucap untukku sebelum dirinya
melangkah pergi dan enggan ditahan demi masa depan. Namun, dia enggan untuk
menunjukan lebih dalam dari itu. Mungkinkah karena usia? Mungkinkah karena aku
teman sahabatnya? Atau dia hanya ingin memberiku isyarat bahwa dia harus pergi
meninggalkan sahabatnya dan aku yang sedang berada tepat disampingnya?
Entahlah.
Dahulu
kala malam aku terbayang bagaimana caranya dia menyapaku, kami berbincang dan
bermain bersama. Berawal dari seseorang
yang tak pernah aku kenal. Menjadi
seseorang yang ingin selalu ku kenang.
Anehnya
dia pernah bercerita padaku, dengan tatapan yang lirih dia berkata
"percayalah, semua orang tak mengerti posisi ku? Mereka tak pernah ingin
percaya padaku." Begitulah dia mengeluhkan dirinya padaku.
Ketika banyak orang yang dia sayangi tak
mampu berada disisi tersulitnya kala dia mencari jati diri dan justru
sebaliknya "sahabatnya pergi dan membencinya memberikan nilai sesuka
mereka prihal siapa dia? ".
Dan ada satu hal yang aku pelajari dari
keluhannya, dia merasa sendiri berjuang. Dan pelajaranku hari itu "Kita
sebaiknya tidak menilai seseorang buruk ketika kita tidak mengetahui bagaimana
jalan ceritanya bisa terjadi? Kita bisa saja berprespektif apapun tapi bukankah
itu dapat menyakiti orang lain? Termasuk dalam kasus dia". Dia adalah
bahasa kalbu bagiku.
Pagi
selalu menjadi alasan terbesarku untuk berbahagia dalam menyambutnya , bertemu lalu
berpisah denganya kala matahari tersenyum disebelah barat.
Kita
selalu bercerita satu sama lain, meskipun itu bukanlah sesuatu hal yang
kuanggap berharga tapi waktuku dengannya berharga dikemudian hari ketika dia
pergi.
Apakah
aku pernah merindukannya?
Ya,
dulu hampir setiap saat aku merindunya namun sekarang aku lebih pandai dalam
memberikan rindu, aku sudah cukup memberikan rindu yang kurasa lebih baik
merindukannya kala perlu saja. Meskipun
kepergiannya dulu membuatku menutup diri dari orang-orang yang mendekat padaku
.
Tapi,
lagi-lagi, aku hanya bisa mengatakan dia adalah dia, hanya sekadar masa yang
ingin kuingat, kisah jatuh yang dikaitkan dengan rasa yang meninggalkan
kenangan dalam penjelajahan hidupku.
Meskipun
pernah ada luka yang disematkan dalam cerita aku tidak perduli. Kisah kami
telah menjadi kenangan. Biarlah senja, hujan, dan angin yang berhembus kala itu
bersaksi bahwa kami saling mengenal, kami belajar bersama bahwa temu hari
kemarin bisa menjadi temu yang selalu dirindukan dalam diam.
Akupun
penasaran kelak, bagaimana kami akan bertemu lagi? Bagaimana sang penguasa memberikan kesempatan
untuk kami saling bertegur sapa?. Atau
bahkan jagat raya tak lagi mau berpihak dan memutuskan bahwa kita sebaiknya tak
usah kembali bertemu.
Who
knows?
Komentar
Posting Komentar