Aku dan Pilihan
Aku
percaya bahwa manusia hidup dalam sebuah 2 pilihan, pilihan untuk bahagia
karena sukses atau pilihan untuk meratapi kesedihan karena gagal.
Usiaku kian bertambah, Orang bilang
bahwa umur kepala dua merupakan tantangan atau bahkan babak baru dalam
kehidupan setiap orang. Dimana segala keputusan hanyalah milikmu. Kamu yang
berhak menentukan arah hidupmu. Kebahagiaanmu, resikomu, dan tantanganmu. Orang
tua tidak lagi memberikanmu sebuah pilihan yang paling membuatmu selalu dalam
keuntungan. Tapi kali ini, ayah dan ibu hanya memberikanmu semangat, dorongan
motivasi bagaikan bekal melepas perjuanganmu melalang buana mencari arah tujuan.
Kadang diriku bergidik, tiap kali
membayangkan betapa menyedihkannya bahwa aku harus memilih arah langkahku. Aku
takut dalam kegagalan, aku takut aku salah arah, aku takut bahwa ayah dan ibu
tak tersenyum puas atas apa yang aku usahakan. Dan yang paling membuatku takut
ketika keduanya tak ada lagi untuk membantuku ketika aku memilih sesuatu yang
keliru.
Nuraniku terus berteriak untuk
menjadi sesuatu yang terbaik, demi pilihanku untuk berbahagia menjalani
hidupku, melewati hari yang terus berganti, saat fajar menjemput senja, senja
menjemput malam dan malam kembali menjemput fajar. Tapi, dalam setiap waktu, Aku
percaya kehidupan manusia tak selalu berjalan kehendak nurani. Ada yang harus
dijalankan meski hati sudah tak ingin lagi berjuang demi mewujudkan mimpi yang
sejak belia menjadi angan-angan.
Aku menyadari gagal sekali tak
masalah, dua kali tak masalah. Bahkan untuk kesekian kalinya. Aku gagal. Tentunya
kepedihan itu selalu membayangiku. Terkadang tiap butir air mata yang jatuh
hanya sekadar menenangkan diri dari hancurnya asa dalam doa yang tak pernah
mewujudkan mimpi. Beberapa waktu ini kegagalan senang menyambutku, membuat
setiap angan-angan dan kerja kerasku menjadi potongan-potongan kepedihan dan menghancurkan
harap dalam diri. Menjatuhkan diri kedalam kegelisahan yang teramat dalam. Mungkinkah
usahaku, tak sebanyak mereka? Apa aku terlalu buruk untuk mewujudkan harapan?
Sampai pada akhirnya, tuhan merencanakan sebuah pertemuanku dengan seseorang yang memberiku teka-teki, untuk apa dia bertanya soal usahaku sejauh mana? Pria itu terlalu jujur dalam mengucapkan segala hal padaku. Dia sambil bergumam tentang diriku yang seharusnya mengetahui kenapa aku selalu gagal, karena diriku yang belum menunjukan seberapa hebatnya aku untuk menunjukan diriku yang lebih baik. “Dasar pengecut, kalau sampai putus asa lebih baik jangan melakukan apapun kalau takut gagal, tandanya kamu belum bersungguh-sungguh dalam mengerjakan semuanya. Kalau terus mengeluh tidak ingin mencoba selamanya kamu adalah orang gagal, orang hebat tidak berada di keadaan yang nyaman. Saat seseorang berhasil tanpa kerja keras, dan kamu yang tidak bekerja keras gagal, pasti kamu tau. Kamu dimaknai sebagai orang hebat.” Ketika dia selesai berkata aku meyakinkan diri untuk menambahkan dirinya sebagai sahabat terbaruku.
Sampai pada akhirnya, tuhan merencanakan sebuah pertemuanku dengan seseorang yang memberiku teka-teki, untuk apa dia bertanya soal usahaku sejauh mana? Pria itu terlalu jujur dalam mengucapkan segala hal padaku. Dia sambil bergumam tentang diriku yang seharusnya mengetahui kenapa aku selalu gagal, karena diriku yang belum menunjukan seberapa hebatnya aku untuk menunjukan diriku yang lebih baik. “Dasar pengecut, kalau sampai putus asa lebih baik jangan melakukan apapun kalau takut gagal, tandanya kamu belum bersungguh-sungguh dalam mengerjakan semuanya. Kalau terus mengeluh tidak ingin mencoba selamanya kamu adalah orang gagal, orang hebat tidak berada di keadaan yang nyaman. Saat seseorang berhasil tanpa kerja keras, dan kamu yang tidak bekerja keras gagal, pasti kamu tau. Kamu dimaknai sebagai orang hebat.” Ketika dia selesai berkata aku meyakinkan diri untuk menambahkan dirinya sebagai sahabat terbaruku.
Meski usia, hari, dan perjuanganku
terus berjalan aku belum mengetahui dengan baik kapan aku mampu menemukan apa
yang harus kupilih untuk kedepannya. Dan bagaimana jika usahaku yang kesekian
kali tak dapat memberikan wajah kedua orang tua senyuman? Bagaimana cara aku
membayar untuk membahagiakan mereka? Aku tak ingin menjadi insan yang mengeluh
tapi kesedihanku tak pernah tertutupi dengan baik. Apakah mimpi yang terwujud
sangat sulit untukku?
Semoga tuhan kali ini berbaik hati
padaku. Memberikan kesempatan untuk mengembangkan senyumku karena
hasil dari setiap kerja keras dan doaku.
Komentar
Posting Komentar