Rusak Mimpi

 Apa kabar? 

Pandemi ini mamatikan semua mimpi dan cita yang sebelumnya sudah lama dipersiapkan.

Kesel pasti, tapi tuhan tahu apa yang menjadi sesuatu paling penting tentang hidup tiap umatnyakan.

Kadang menjadi sesuatu yang positive itu sulit dilakukan. Menangisi segala yang terjadi rasanya percuma aja. Katanya sesuatu yang dikerjakan tidak akan pernah sia-siakan?

Cerita panjang sampe akhirnya, aku mutusin buat lanjut S2 dibidang yang sama. Pendidikan Bahasa Indonesia yang rasanya kadang orang berkerut dahi dengan pendidikan ini. Ada dua hal kenapa seperti itu:

1) Bahasa Indonesia dianggap mudah

2) Aku tidak ingin menjadi guru, jadi dosen? persaingan yang sulit dijelaskan karena aku dari kampus swasta. 

Bukankah wajar yang kenal siapa aku, semua berkata buang-buang waktu dan biaya. Ya, aku masih bergantung kepada orang tua. Aku sadar akan hal itu, tapi perencanaan S2 ini padahal harapan ketika aku bisa menjadi mahasiswa beasiswa di kampus. Aku pikir dengan segala usahaku S2 akan gratis, hanya saja ... pandemi datang semua perjuangan empat tahun aku kuliah, semua hancur aja. Bahkan wisuda yang tidak jelas kabar itu menjadi hal yang semakin membuatku tampak menyedihkan. Mimpi berenti seakan aku tidak ada harapan lagi.


Waktu yang berlalu begitu saja, entah mengapa pandemi ini juga tidak jelas selesainya di negara ini, ketika negara lain sudah berusaha bangkit. 

Sejak dulu aku selalu berharap memilliki pekerjaan layak, dan perlahan investasi properti tapi, sekali lagi.. nyatanya pendidikanku bukan sesuatu yang bisa menunjang atas segalanya.

Aku teringat seorang murid tempatku mengajar, dia bercerita bahwa aku adalah motivasi dia untuk meraih masa depan. Dia bilang bahwa impiannya menjadi seorang pengajar yang bisa berbicara dengan baik, menyampaikan berbagai materi dengan suasa menyenangkan. Bahkan namaku, dia perkenalkan kepada ibunya, bahwa aku menjadi sosok awal untuk memulai cita-citanya. 

Tapi, aku tampak putus asa dengan diriku sendiri. Jungkir balik dengan mimpi itu. Hingga akhirnya aku membujuk ayahku untuk membuat usaha pribadiku, tapi setelah berjalan aku tahu "hidup tidak akan pernah bisa semudah rencana manusia".

Sekarang aku sedang berada di ruang yang tampak redup seperti mimpiku. Entah bagaimana aku menceritakan pikiran khawatir, lelah, dan terkadang menangisi situasi ini. Penyesalan yang terus aku rapalkan tentang semaunya. "Andai aku tidak seberani ini untuk memulai segalanya!", "Andai tujuan menolong orang dengan usaha ini berjalan lancar!" dan "Andai aku diberi gambaran sejak awal sulitnya menjadi seseorang yang menjadi gantungan bagi hidup orang lain". 

Aku tidak mengerti mengapa aku sulit terbuka, tentang segala hal dengan hari-hariku sekarang. Beberapa saat handphoneku terus berbunyi, berbagai pesan singkat dari orang-orang terkasihku. Rasanya satu-satu ingin aku adukan segala sulit ini, namun... lagi niat itu tertahan. Aku harus berjuang sendiri lagi. 

Semua orang terus berkata bahwa risiko yang menjadikan seseorang meraih kehidupan yang lebih baik, tappi nyatanya ... semua itu tampak semu untuk kedepannya. Aku tidak mengerti sejauh mana aku patut disalahkan atas mimpi awal usia ini. Aku ingin mengeluh lalu, ada saja yang menyadarkanku "bagaimana jika aku menjadi seseorang yang dunianya penuh dengan tuntutan sesungguhnya?" mati dan diam dalam menjawab pertanyaan itu. Aku lelah dengan semua mimpi tetek bengeknya.

Motivasi rasanya suatu kehampaan untuk masa depan. Sejujurnya, aku hanya ingin hidup tenang dengan semua tercapai. Memulainya yang sulit, aku percaya semua orang lebih merasakan sulit dibandingkan aku, tetapi beban tiap hari belum juga usai. Aku hanya ingin menghabiskan waktu dengan berkata jujur pada orang-orang terkasihku.

Mungkinkah aku telah merusak mimpiku?

Hanya masa depan jawabannya. 


Free stock photo of book aesthetic, books, old books

Komentar

Postingan Populer